Yudas Menjadi Pelajaran Bagi Kita

Yudas akan diingat untuk selama-lamanya sebagai penghianat yang paling keji di sepanjang masa. Namun demikian, kita bodoh jika berpikir bahwa kisahnya tidak bisa menjadi kisah kita sendiri. Sekalipun ada keuntungan terbesar sebagi orang yang pernah dekat dengan Yesus, tetapi sebenarnya ada potensi yang menjanjikan sebagai monster yang dikuasai iblis. Seandainya kita berpikir bahwa kita tidak pernah bisa menjadi sesuatu yang sangat tercela, berarti kita tidak mampu memperhatikan peringatan yang sudah diberikan oleh Alkitab. Dosa terselubung atau dosa rahasia adalah pembunuh yang tidak pandang bulu, dan orang-orang yang mengira bahwa dirinya kebal terhadap dosa seperti ini adalah yang paling mudah diserang dibandingkan orang lain.
Terdapat prinsip yang perlu kita perhatikan dari contoh Yudas yang sangat tragis.
Pertama, Bergaul dengan kesalehan bukan jaminan bahwa kita akan menjadi saleh. Bargabung dengan sebuah gereja yang sehat dan membina hubungan dengan orang-orang yang dewasa tingkat kerohanaian harus menjadi proritas. Kita membutuhkan pengaruh-pengaruh yang sehat. Akan tetapi, bergaul dengan orang-orang percaya yang dewasa kerohaniannya tidak bisa memberi makan kepada jiwa sebagaimana halnya sekedar duduk saja di meja restoran tidak akan memberi makan kepada tubuh. Untuk bertumbuh bijaksana dan berkembang secara rohani, kita harus secara pribadi mau mengambil apa yang sudah ditawarkan oleh Yesus. Kita harus menundukkan diri kepada kebenara-Nya,
Kedua, kerusakan moral secara tersembunyi (rahasia) adalah lebih mematikan daripada kerusakan moral secara kelihatan. Tidak ada kangker yang mematikan selain daripada kangker yang terdeteksi. Hal ini juga berlaku untuk dosa. Terus menerus memelihara sifat dosa serta menyembunyikannya dengan rapi akan menghalangi kita untuk mengalami pemulihan yang diberikan oleh Yesus melalui karunia keselamatan. Yoh 1:9” Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan menyucikan kita dari segala kejahatan. Gagal mengaku dosa dan menerima pengampunan akan mendesak kita untuk berhadapan dengan efek dosa yang mematikan dengan cara yang pasti akan menyebabkan lebih banyak kehancuran di kemudian hari. Dalam kasusnya Yudas, keagalan itu telah menelannya.
Mungkin kita tidak menyalibkan Yesus sama halnya dengan Yudas, akan tetapi bagaimana kehidupan kekeristenan kita, apakah kita senantiasa hidup dalam dosa atau berusaha sungguh bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan.