Instagram

Kehidupan Iman

Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. (Ibrani 11:8)

Dalam Perjanjian Lama, hubungan seseorang dengan Allah dilihat dari tingkat pemisahan dalam hidup orang itu. Pemisahan itu ditujukan dalam hidup Abraham oleh pemisahannya dari negeri dan keluarganya. Bila kita berpikir tentang pemisahan pada masa kini, kita tidak bermaksud secara harafiah dipisahkan dari pada anggota keluarga yang tidak mempunyai hubungan pribadi dengan Allah, tetapi dipisahkan secara mental dan moral dari sudut pandang mereka. Inilah yang dimaksud Yesus dalam Lukas 14:26, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Menghayati kehidupan iman berarti tidak pernah mengetahui ke mana kita dipimpin. Tetapi itu berarti mengasihi dan mengenal Pribadi yang memimpin. Ini secara harafiah adalah suatu kehidupan iman, bukan pengertian atau penalaran – kehidupan dari mengenal Pribadi yang memanggil kita untuk pergi. Iman berakar pada pengenalan akan seseorang Pribadi, dan salah satu jebakan terbesarnya adalah keyakinan bahwa jika kita mempunyai iman, Allah pasti akan menuntun kita kepada keberhasilan di dunia.

Tahap terakhir dalam kehidupan iman adalah memperoleh sifat, dan kita menemui banyak perubahan selama proses itu berlangsung. Kita merasa hadirat Allah di sekitar kita bila kita berdoa, namun kita diubahkan sesaat saja. Kita cenderung untuk terus kembali kepada cara hidup kita sehari-hari lalu kemuliaan itu lenyap. Kehidupan iman bukan kehidupan dari serangkaian pengalaman puncak kemuliaan yang datang susul menyusul, bagaikan terbang menjulang pada sayap rajawali, melainkan kehidupan sehari-hari yang stabil; kehidupan dari berjalan tanpa menjadi lelah (Yesaya 40:31). Itu bahkan bukanlah soal kesucian dari pengudusan, melainkan lebih jauh dari itu. Kehidupan iman adalah iman yang telah diuji dan terbukti tahan uji. Abraham bukanlah contoh dari kesucian pengudusan, melainkan contoh kehidupan iman-suatu iman, yang teruji dan sejati, yang dibangun di atas Allah yang benar. “Percayalah Abraham kepada Allah…” (Roma 4:3).

 

*image by : https://2.bp.blogspot.com/-d3tVxFdgyMg/V0fCSpnz0dI/AAAAAAAADoo/euE3ZEc1wn4uI0QH3_HZRJ6RzQ10kdHWwCLcB/s1600/Memahami%2Bmakna%2Biman%2Byang%2Bsejati%2B1.jpg

Share! jika renungan ini memberkatimu.